Kopi Kintamani tak Penuhi Standar Ekspor
Bangli, Bali Post -
Produksi kopi Kintamani setahun mencapai 20.000 ton kopi gelondongan basah*. Namun belum seluruhnya diolah dengan tepat untuk memenuhi standar ekspor. Dari jumlah itu hanya 917 ton (5%) yang dibeli PT* Tirta Harapan Bali diolah agar memenuhi standar ekspor, sisanya 19.083 ton (95%) masih diolah petani secara sederhana. Artinya, masih diperlukan sarana pengolahan kopi yang tersebar sampai ke Subak Abian di Kintamani.
Hal itu diungkapkan Bupati Bangli I Nengah Arwana, Minggu (30/12) kemarin. Menurutnya, dari 20.000 ton kopi gelondong basah setelah diolah diperkirakan mencapai 4.000 ton kopi beras tiap tahunnya. Sebab, pengolahan kopi yang berkualitas belum bisa dilakukan oleh petani sehingga kualitasnya di pasaran sedikit menurun.
Padahal pertanian dan perkebunan, sektor unggulan untuk mendongkrak peningkatan pendapatan asli daerah (PAD*) Bangli. Menurutnya, kopi Kintamani sudah mampu menembus pasar Asia karena rasa dan aromanya sangat disegani wisatawan Jepang. Karena itu diharapkan petani memanfaatkan bantuan penggilingan kopi yang diberikan Pemprop* Bali karena masih banyak subak-subak di luar Bali yang memerlukannya.
Dia minta Pemprop Bali agar tetap memperhatikan petani kopi di Kecamatan Kintamani terutama bantuan mengingat dana yang tersedia di Bangli sangat terbatas. Apalagi, dana yang dialokasikan lewat APBD* 2001 ke Dinas Perkebunan dan Pertanian Bangli sangat kecil sehingga belum mampu membantu semua petani di empat kecamatan secara merata. �Kami akan berusaha memperjuangkan dana yang dialokasikan ke Dinas Perkebunan, Pertanian dan Kehutanan dalam penyusunan APBD 2002 sehingga sektor ini tetap menjadi primadona,� paparnya.
Sementara Kepala Dinas Perkebunan Bali, Ir. I Wayan Badra Wisnaya mengatakan, perkebunan rakyat sudah menjadi kegiatan ekonomi kerakyatan di pedesaan. Dari areal perkebunan seluas 169.287 hektar di Bali, hampir 99 persen perkebunan rakyat.
Dikatakan, pengembangan usaha perkebunan harus menggunakan teknologi dan berorientasi pasar. Sebab, kualitas produksi akhir sangat dipengaruhi oleh jenis dan kualitas sarana produksi, proses produksi dan penanganan hasil produksi pada tiap subsistem agrobisnis. �Kami berharap subsektor pertanian dapat tumbuh menjadi usaha yang mampu bersaing tinggi di pasar luar negeri dan domestik,� paparnya.
Dijelaskan, di pasaran dunia jenis kopi yang diperdagangkan arabika. Karenanya kebijaksanaan nasional mengembangkan kopi arabika sangat tepat untuk meraih peluang harga permintaan pasar yang tinggi. Namun secara nasional kopi Indonesia termasuk Bali masih banyak menghadapi masalah, di antaranya mutu kopi yang dihasilkan kurang baik, terutama yang berasal dari perkebunan rakyat,� katanya.
Ditambahkan, produksi kopi di Kintamani yang dapat ditampung dan diolah secara basah PT Tirta Harapan Bali hanya 917 ton atau 5% dengan harga dasar Rp* 1.840 per kilogram. �Nilai jual yang berhasil diraup petani kopi Kintamani mencapai Rp 1.834.000.000,� tuturnya. (057)